Kencan pertama selalu penuh harap dan rasa penasaran. Dalam momen yang singkat, dua orang mencoba saling mengenal, menjalin koneksi, dan melihat potensi masa depan bersama. Namun, di balik tatapan memikat dan obrolan manis, terkadang tersimpan niat yang tidak sepenuhnya tulus. Kencan bisa menjadi awal dari kisah cinta yang indah, namun juga bisa menjebak seseorang dalam hubungan yang manipulatif—terutama jika lawan bicara memiliki kepribadian narsistik.
Kepribadian narsistik bukan hanya soal ego tinggi atau rasa percaya diri berlebihan. Dalam konteks hubungan, seorang narsisis kerap memakai taktik-taktik halus untuk mengendalikan pasangan sejak awal. Mereka bisa terlihat sangat memesona, bahkan terlalu sempurna. Namun di balik karisma itu, ada pola perilaku yang perlu diwaspadai, terutama pada pertemuan pertama.
Psikoterapis asal Austria, Dr. Alina Kastner, menjelaskan bahwa banyak orang terjerat dalam hubungan tidak sehat karena terlalu cepat terbawa suasana tanpa menyadari tanda-tanda bahaya. “Sangat penting untuk meluangkan waktu untuk mengenal seseorang secara bertahap – ini dapat membantu melindungi kita agar tidak terjerumus ke dalam manipulasi atau jebakan individu narsistik,” ujarnya dalam wawancara bersama Newsweek.
1. Love Bombing: Saat Semua Terasa Terlalu Cepat dan Sempurna
Salah satu taktik manipulatif yang sering digunakan oleh orang narsistik adalah love bombing. Istilah ini mengacu pada perilaku membanjiri seseorang dengan pujian, perhatian, dan hadiah dalam waktu yang sangat singkat. Di permukaan, ini mungkin terasa seperti romansa sempurna — siapa yang tidak merasa tersanjung ketika seseorang memuji kita tiada henti dan memberikan banyak hadiah?
Namun, menurut Dr. Kastner, ini justru bisa menjadi tanda bahaya. “Hal ini dapat menciptakan rasa euforia dan membuat Anda merasa istimewa, namun seringkali ini merupakan taktik manipulasi untuk segera membangun hubungan emosional yang kuat,” jelasnya sebagaimana dikutip dari New York Post.
Love bombing dirancang untuk menciptakan kedekatan emosional secara instan, yang dapat membuat korban merasa terikat bahkan sebelum benar-benar mengenal pasangan mereka.Lebih lanjut, Kastner menyebut bahwa narsisis kerap menghindari percakapan yang mendalam. Mereka cenderung menyentuh topik-topik dangkal yang tak membongkar banyak soal diri mereka.
Padahal, kencan pertama yang sehat seharusnya menciptakan ruang nyaman untuk berbagi, bukan sekadar pujian kosong. Penelitian pun menunjukkan bahwa hubungan yang dibangun atas dasar keterikatan emosional palsu berisiko berakhir dalam kekecewaan.
2. Kata “Belahan Jiwa” di Hari Pertama? Hati-Hati
Banyak dari kita tumbuh dengan harapan menemukan seseorang yang disebut sebagai belahan jiwa. Mimpi akan cinta sejati memang manis, tetapi jika seseorang mengaku bahwa Anda adalah “orang yang selama ini mereka cari” hanya dalam satu kali pertemuan, patut dipertanyakan keasliannya. Ini adalah tanda halus narsistik kedua yang diungkapkan Dr. Kastner.
“Orang narsisis mungkin mengklaim bahwa Anda adalah belahan jiwa atau pasangan sempurna mereka sejak dini — ini biasanya terjadi pada kencan pertama,” paparnya. Taktik ini, yang sering kali bersisian dengan love bombing, bertujuan menciptakan kedekatan emosional semu. Dengan menyatakan bahwa Anda adalah pasangan ideal mereka, seorang narsisis bisa membentuk ilusi hubungan yang sangat kuat padahal baru saja dimulai.
Obrolan tentang masa depan bersama yang terlalu dini bukanlah tanda cinta sejati, melainkan bentuk pencerminan dari keinginan Anda. “Orang narsisis terampil dalam mencerminkan keinginan Anda dan menampilkan diri mereka sesuai dengan apa yang Anda inginkan dari seorang pasangan, meskipun itu tidak asli,” tambah Kastner. Pada akhirnya, Anda mungkin hanya jatuh cinta pada versi yang mereka ciptakan untuk menyenangkan Anda, bukan pada siapa mereka sebenarnya.
3. Antusiasme Berlebihan yang Mengaburkan Realita
Pada tahap awal sebuah hubungan, antusiasme tentu wajar. Namun, jika seseorang menunjukkan kegembiraan yang berlebihan, bergerak terlalu cepat, dan membuat Anda merasa seperti sedang berada di tengah kisah film romantis—berhati-hatilah. Kastner menyebut gejala ini sebagai bentuk manipulasi emosional yang sangat umum dilakukan oleh narsisis.
“Merasa sangat bersemangat dan gelisah bisa jadi merupakan hasil dari emosi dan perhatian intens yang diarahkan oleh orang narsisis kepada Anda,” katanya. Perasaan ini bukan hasil dari koneksi yang alami, melainkan efek dari gempuran perhatian yang disengaja. Ketika hubungan terasa seperti rollercoaster emosional, itu justru menjadi sinyal bahwa ada manipulasi di baliknya.
Tidak hanya itu, narsisis biasanya mendorong hubungan berkembang terlalu cepat — baik secara emosional maupun fisik. “Hal ini dapat melibatkan pergerakan hubungan dengan kecepatan yang luar biasa cepat, sehingga mempersulit Anda untuk mengambil langkah mundur dan menilai situasi secara objektif,” ujar Kastner. Dalam situasi seperti ini, penting bagi seseorang untuk berani mengambil jarak agar dapat menilai apakah koneksi yang terjalin sungguh tulus atau sekadar ilusi.
Terlalu Sempurna? Bisa Jadi Sinyal Bahaya
Dalam banyak kasus, korban manipulasi narsistik baru menyadari ada yang salah setelah semuanya terasa terlalu larut. Kastner memberikan peringatan yang cukup keras: jika segala sesuatu terasa “terlalu bagus untuk menjadi kenyataan,” maka bisa jadi memang tidak nyata. Pesona narsisis kerap membungkus niat tersembunyi dalam balutan karisma dan kepastian.
“Memperkecil untuk mengevaluasi secara obyektif sangatlah sulit ketika Anda merasa seperti baru saja bertemu dengan orang yang tepat,” tuturnya. Dalam kondisi euforia cinta, seseorang bisa saja mengabaikan tanda-tanda peringatan yang sebenarnya jelas terlihat.
Bahkan, ketika seseorang yang baru dikenal mengatakan “aku cinta kamu” terlalu cepat, itu patut dicurigai sebagai taktik pengendalian. Beberapa pakar hubungan menyebut bahwa perilaku seperti ini bukan hanya manipulatif, tetapi juga bisa menjadi sinyal akan potensi perselingkuhan dan instabilitas emosi di masa depan.
Kesadaran adalah kunci utama dalam melindungi diri dari hubungan yang toksik. Mengenali tanda-tanda kepribadian narsistik sejak kencan pertama dapat membantu seseorang mengambil keputusan yang lebih bijak sebelum terlalu terikat secara emosional.
Masyarakat kerap dibuai oleh gambaran cinta ideal yang dipopulerkan oleh budaya populer. “Masyarakat kita dibangun atas dasar keinginan untuk percaya pada kisah cinta Hollywood,” kata Kastner. Namun, dalam kehidupan nyata, cinta sejati tidak terburu-buru. Ia tumbuh dari proses saling mengenal, kejujuran, dan kenyamanan emosional yang sehat.
Sebagaimana disarankan oleh para pakar, jika Anda merasa terlalu cepat terhanyut atau jika seseorang membuat Anda merasa seperti “jutaan dolar” hanya dalam satu pertemuan, berhentilah sejenak. Evaluasi kembali dengan kepala dingin. Cinta yang sehat tidak memburu waktu, tidak memanipulasi, dan tidak membuat Anda merasa kehilangan kendali atas diri sendiri.
